Rabu, 21 Oktober 2009

http://strategimanajemen.net/2009/10/12/kendala-dalam-penerapan-sistem-key-performance-indicators/#more-695

Kini semakin banyak organisasi perusahaan yang menerapkan sistem key performance indicators (KPI) dalam mengelola kinerja para karyawannya. Bahkan sejumlah organisasi publik – semacam Depkeu – akan mulai melakukan implementasi sistem KPI ini secara nasional mulai tahun 2010.

Sistem KPI diyakini akan memberikan ruang bagi pengelolaan kinerja karyawan secara lebih obyektif. Sebab dengan adanya serangkaian indikator kinerja yang terukur, maka proses evaluasi karyawan yang selama ini sarat dengan aura subyektivitas dapat diminimalkan. Melalui penetapan angka target kinerja yang transparan, maka proses evaluasi karyawan diharapkan akan menjadi lebih akuntabel.

Key performance indicators sendiri merupakan serangkaian indikator kinerja kunci yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja sebuah posisi. Demikianlah, sebagai misal, seorang manajer pemasaran memiliki sejumlah KPI seperti : persentase pangsa pasar; persentase pertumbuhan penjualan ataupun indeks brand awareness. Sementara seorang manajer HRD dapat memiliki sejumlah KPI seperti : persentase turn over karyawan; revenue per employee; ataupun skor kepuasan karyawan.

Persoalannya, proses penerapan KPI dalam banyak hal ternyata bukan sebuah pekerjaan yang mudah. Yang biasanya pertama kali muncul adalah problem identifikasi KPI. Harus diakui proses identifikasi ini juga merupakan pekerjaan yang cukup kompleks. Ada sejumlah posisi yang relatif mudah penentuan KPI-nya, seperti misalnya posisi di area pemasaran, produksi dan penjualan. Namun ada juga posisi-posisi lain yang agak tricky jika memang akan disusun KPI-nya, misalkan posisi di area general affairs atau bagian umum (karena bagian ini pekerjaannya mengurusi tetek bengek perusahaan, kadang agak susah menentukan KPI-nya).

Selain proses identifikasi, terdapat dua tantangan lain yang acap menjadi kendala dalam penerapan sistem KPI secara efektif. Tantangan yang pertama adalah kesiapan sistem monitoring pencapaian KPI. Berdasar pengamatan, saya kira aspek ini yang acap menghadang penerapan KPI. Yang dimaksud dengan sistem monitoring adalah adanya sebuah mekanisme yang mencatat pencapaian KPI secara konsisten, reguler dan akurat.

Oke, untuk KPI seperti tingkat penjualan atau jumlah produk yang reject, mungkin mudah didapat dan selama ini sudah ada pelaporannya. Namun sebagian besar KPI lain kadang membutuhakn sistem reporting yang baru. Sebagai misal, KPI bagian maintenance adalah : rata-rata waktu untuk menyelesaikan kerusakan sarana produksi; atau persentase sarana kantor yang rusak sebelum waktunya. Jika ada KPI semacam ini, maka segera harus disusun sistem yang dapat mencatat data realisasi kedua KPI itu secara konsisten.

Yang sering muncul, perusahaan sudah mengidentifikasi KPI untuk setiap posisi dengan baik; namun kemudian tidak siap dengan mekanisme monitoringnya. Akibatnya ketika akhir semester atau akhir tahun akan dievaluasi, angka realisasi KPI-nya kosong atau diisi dengan ngawur. Tentu saja ini namanya KPI Gaming atau menganiaya sistem KPI demi kepentingan diri sendiri.

Tantangan kedua menyangkut persoalan kultur yang bersifat klasik. Bahasa lainnya, kurang adanya komitmen yang cukup kokoh dari segenap karyawan – atasan dan bawahannya – dalam proses mengelola pencapaian KPI tim kerjanya. Sering semua posisi dalam sebuah bagian sudah lengkap memiliki KPI, namun kemudian seluruh karyawan dibagian itu – mulai dari manajer hingga staffnya – lupa untuk melakukan proses review KPI secara periodik (misal sebulan sekali) dan konsisten.

Disini acapkali sang manajer (atau kepala bagian atau atasan) kurang menunjukkan kepedulian yang kokoh terhadap pencapaian KPI dari segenap anak buahnya. Masing-masing staf dibiarkan mengisi realisasi KPI-nya sendiri (atau bahkan kadang sang manajer ndak tahu apa isi KPI anak buahnya !). Pada akhirnya, proses penerapan KPI tergelincir menjadi semacam formalitas belaka.

Kenyataan diatas nicaya akan memunculkan kegagalan proses monitoring dan review KPI secara sistematis dan mencerahkan. Padahal keberhasilan penerapan KPI sangat bergantung pada proses review periodik ini. Dalam proses review inilah, pencapaian KPI dan target kinerja diisi dengan valid, dievaluasi, dan kemudian didiskusikan secara konstruktif. Dan tentu saja, proses ini membutuhkan leadership dan peran aktif dari para atasan (manajer, kabag, kabid, dan sejenisnya).

Sebab, tanpa komitmen dan peran aktif dari para leader di setiap lini organisasi, proses penerapan KPI kadang keburu layu ditengah jalan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar